Senin, 14 Juli 2014

Dengar, Hujan Bercerita





Lagi, hujan bertamu pada tanah Bintaro
Seperti hujan kemarin, dan kemarin lagi
Sedang aku tengah sendiri di kamar, Berbaring letih
penat dengan hitungan rupiah dan seragam berkerah
berbaring sejenak lalu

Sayu, menatap hujan yang bermain bersama angin
Serpih-serpih darinya bergelantungan manja di balik jendela
Perlahan meluncur jatuh tanpa suara
Sedang yang lain terjun bebas, bersatu dengan rintik-rintik
Rintik-rintik yang selalu ku kenali
Dari kata-kata yang mereka buat dalam sepi

Hujan memang selalu seperti ini
Datang saat hati bimbang, bingung meliputi
Pada laku-laku yang telah lalu
Dan mereka seakan tak tahu
Padahal jelas dilihatnya detik demi detik berlalu
Lalu mereka tetap saja pura-pura tak tahu

Dingin, aku menutup mata tapi tak tidur
Seperti kemarin-kemarin, ku dengar kembali
Diam, tenang, hujan tengah bercerita banyak sekali
Dalam bahasa yang bisa dimengerti lubuk hati
Seperti biasa, hujan membicarakan hari-hari
Yang mereka lalui, lihat sendiri, tentang bumi pertiwi
Sejak dulu hingga kini tentang manusia-manusia dalam negeri
Menjadi saksi atas laku bangsa ini
Dalam deret waktu, tempat, dan bentuk yang mereka jelmai

Dengar, hujan bercerita
Ketika dirinya menjelma air di gelas-gelas
Dalam gedung-gedung dan kantor-kantor berkelas
Di atas meja orang-orang berdasi atau berbaju dinas
Di depan perundingan, permainan masa depan negeri culas
Dari rupiah-rupiah yang hanya diam meski diperas
Sedemikian rupa, dan senyum mereka merekah sungguh puas


Dengar, hujan bercerita
Ketika dirinya menjelma air di genangan jalan-jalan
Terpercik, terinjak kaki-kaki, roda, dan ban kendaraan
Tapi tak masalah baginya, hujan masih tahan
Hanya saja hujan kembali menyaksikan
Rupiah-rupiah bisu yang sedang dipermainkan
Dari laku curang puluhan pedagang
Menjual mulut dan menipu timbang-timbangan
Pembeli pulang dengan kantong lebih ringan

Dengar, hujan bercerita
Ketika dirinya menjelma titik embun di  sudut ruang pendidikan
Tentang terkesannya pada orang-orang di sekolahan
Tentang kagumnya embun pada generasi harapan
Tentang lembar-lembar yang dipuja para pendidik
Bagaimana tidak yang terdidik mengikuti
Dan pulang ke rumah, meminta kepada ibunya yang sama saja
Melapor kepada bapaknya tentang tambahan uang sekolahan
Sedang si bapak kembali berunding di depan gelas-gelas
Di kantor berkelas, bersama rintik-rintik yang akan bercerita lagi

Selalu begitu, berulang terus
Hujan-hujan selalu menjelma di tempat-tempat
Jadi air, jadi genangan, jadi kerigat, jadi darah
Sungai di  mata-mata
Menjadi bagian lingkaran setan, begitu panjang
Begitu terus


Kristal air lama mengintip di balik awan sana
Menyimpan rasa tentang kabar ibu pertiwi di bawah
Menanti rintik-rintik menguap, kembali ke peraduan
Membawa cerita-cerita untuk berkisah dengan yang lainnya
Lalu, hujan jatuh bebas, membawa cerita dari uap
Dan membuktikan sendiri bagaimana rupa negeri ini
Apa “rupiah masih sama nasibnya?”
Seperti yang diceritakan uap di atas awan
Seperti yang diceritakan padaku, sore ini, di kamar ini

Akan tiba saatnya mungkin, hujan bercerita tentang kita
Saat rupiah sudah kita pertangggung jawabkan
Demi negara, demi bangsa
Aku sendiri tak mau, tak mau lagi, hujan bercerita tentangku
Tentang yang ku lakukan kemarin, aku malu pada hujan, malu padaku
Seperti yang diceritakan uap di atas awan itu
Seperti yang diceritakan padaku, sore ini, di kamarku

Jumat, 04 Juli 2014

Kembali ke Ma'had (2)



Lanjutan dari (Kembali ke Ma'had)
 . . . .



APEL !!!

Salah satu yang kubenci ketika di ma’had. Harapannya tidak akan sering apel lagi ketika sudah lulus, malah di STAN saya pun harus apel lagi. Di IMMIM, santri selalu apel di lapangan sebelum jam masuk kelas. Santri SMP apel tiap hari sekolah, sedangkan SMA tidak sesering yang SMP. Ini adalah salah satu rutinitas yang paling saya benci selama mondok, khususnya ketika masih SMP. Saat lonceng dibunyikan, puluhan santri pasti berlarian secepat mungkin untuk melewati gerbang yang dijaga oleh kakak-kakak ISPIM/OSIS. Dan sering saya terlambat dan mendapat hukuman.Dan di STAN, mahasiswa apel sebelum masuk kelas dan sore sekitar jam 4. Tapi tidak setiap hari, biasanya dua kali seminggu. Ada waktu khusus yang ditentukan tapi juga terkadang apelnya di lain hari diluar waktu yang telah ditentukan. Intinya, tunggu info dari si tukang Jarkom kelas.

Mahasiswa Spesialisasi Akuntansi sedang apel

Bahkan yang lebih mirip lagi, apel di ma’had dan di STAN sama-sama mengadakan absensi. Hukuman untuk ketidakhadiran apel di IMMIM itu bermacam-macam. Mulai dari yang wajar seperti membersihkan, pungut sampah, menghapal  surah-surah Al-Qur’an, ataupun menghapal kosa kata bahasa Inggris  dan Arab, sampai hukuman yang  tidak wajar seperti membersihkan got, membelikan makanan buat senior, memijat senior, ataupun menjadi pesuruh untuk beberapa waktu. Juga hukuman yang paling ringan seperti dimaafkan, hingga yang paling berat yaitu gundul. 

Di STAN, tidak ada hukuman yang pasti untuk ketidakhadiran apel. Hanya saja, lebih ke kesadaran (katanya) untuk bisa berkumpul bersama teman seangkatan dan teman se-spesialisasi. Intinya, saya agak malas untuk ikut apel.


Angkatan dan Jumlahnya

Masuk tahun 2007 dan lulus tahun 2013, makanya nama angkatan(kami juga biasa menyebutnya periode. meskipun sebenarnya angkatan dan periode itu berbeda, yah kami tetap lebih suka menyebutnya periode)ku ketika di ma’had adalah Venor. Singkatan dari Seven One Three (713),  juga ada ketua periodennya (Ketop).  Awal masuk, kami berjumlah 200an santri, jumlah kami semakin tersisih tiap tahunnya hingga menyisakan 62 santri yang duduk di acara wisuda. 
Kelas 3 SMP, sepertinya saya yang mengambil foto ini
Dari foto di atas, sudah terlihat bahwa jumlah 200an saat pertama kali masuk sudah berkurang. 3 tahun sudah mampu mengikis banyak orang dari kami.


Banyak alasan yang membuat jumlah kami semakin berkurang, seperti keluar sendiri karena tidak tahan, dikeluarkan oleh pesantren karena melanggar aturan, ikut orang tua, tinggal kelas dan memilih untuk pindah ke sekolah lain, dsb. Hubungan antar santri se-angkatan menjadi hal penting dan sakral serta solid karena teman seangkatan yang menjadi sahabat kami selama menuntut ilmu di pondok.

Kelas 6, betapa banyak dari kami yang telah gugur
 

Ini video yang menggambarkan bagaimana kenyataan dari angkatan di IMMIM, satu persatu gugur dan hanya menyisakan beberapa orang dari mereka. 
Check this out !!!

Video ini dibuat oleh kakak kelas saya, yaitu periode 410 (2004-2010) atau FOZ (Four One Zero). 


Masuk tahun 2013, dan (Insya ALLAH) lulus tahun 2016. Saya belum tahu apakah angkatan kami di STAN akan membuat nama angkatan. Sedangkan ketua angkatan kami pun juga belum ada, saya juga masih bertanya-tanya apakah akan ada pemilihan ketua angkatan nantinya (Tanyakan pada rumput yang bergoyang). Yang ada cuma ketua angkatan per spesialisasi, itu pun ketua angkatan akuntansi masih entah berantah kepastiannya.

Dinamika 2013

Dinamika 2013

Awal masuk, kami berjumlah 2000an mahasiswa. Menurut kabar kakak kelas, tiap tahun jumlah seangkatan akan berkurang. Tiap tahunnya akan ada mahasiswa yang dikeluarkan atau D.O karena berbagai alasan, seperti nilai IP yang tidak memenuhi standar, keluar dengan sendirinya, melanggar aturan, mencontek, dsb. Tapi kami harap, kami semua bisa bertahan hingga wisuda.

Bedanya, angkatan di STAN lebih banyak (sampai ribuan) dan ada kaum hawanya. Sedangkan angkatan di IMMIM hanya dihuni oleh kaum-kaum adam.


Setengah Sekolah

STAN, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. STAN bukan universitas ataupun institut melainkan sebuah sekolah dengan gelar “tinggi” di namanya. Jika dibandingkan dengan universitas, STAN sedikit berbeda. Jika bisa diibaratkan, STAN itu seperti gabungan antara universitas dan  sekolah. Seperti sekolah pada umumnya, maka banyak aturan-aturan yang berlaku. Seperti pakaian yang harus atasan kemeja dan celana/rok kain, pakaian harus rapi dan sopan, cowok dilarang gondrong, cewek dilarang berhias dan memakai perhiasan uang berlebihan,setiap kuliah harus pakai Nametag, dsb. Begitupun dengan mata kuliahnya dan jumlah SKSnya yang sudah ditentukan setiap semesternya. Jadi tidak ada istilah KRS (Kartu Rencana Studi) seperti yang berlaku di universitas lain. 
 
 Kelas 1-L Akuntansi. Perhatikan seragam dan Nametag-nya, jangan yang lain :p
IMMIM, Ikatan Masjid Musholla Indonesia Muttahidah. IMMIM adalah sebuah pesantren modern yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama pada santri-santrinya, tetapi juga mengajarkan ilmu umum seperti sekolah-sekolah lain. Selain belajar Aqidah Akhlak, Tafsir Hadits, Al-Qur’an, Sejarah Islam, Bahasa Arab, dan ilmu agama lainnya, IMMIM juga mengajarkan santrinya tentang Ilmu Eksak maupun Ilmu Sosial seperti sekolah-sekolah pada umumnya. Bahkan dari info yang saya dengar, sekarang tidak hanya bahasa Inggris dan Arab yang diajarkan di pondokku tapi sudah ada bahasa Mandarin (Tapi, saya belum sepenuhnya percaya).

 Kalo ini, terserah mau perhatikan yang mana :D
 
Kelas 6 IPA MA, No Woman No Cry !!!
Jadinya, IMMIM itu seperti gabungan antara Pesantren dan sekolah umum lainnya. Yang menarik juga adalah jumlah ijazah atau kertas kelulusan yang diterima setelah tamat enam tahun belajar di pondok. Ada 6, yaitu ijazah SMP(seperti ijazah pada umumnya), SKHU SMP, ijazah SMA(seperti ijazah pada umumnya), SKHU SMA, ijazah MA (yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama), dan Ijazah Pesantren yang tulisannya "Arab" semua

Aturannya pun sama seperti sekolah umum. Yang membedakannya antara lain kewajiban mondok bagi seluruh santri dan juga pelajaran agama yang menjadi kurikulum di dalam proses belajar mengajar.

*Bersambung (Kembali ke Ma'had (3))

Kamis, 03 Juli 2014

Kembali ke Ma'had

Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin membicarakan hal ini di blog. Tapi ya, saya lebih asyik merangkai puisi dibanding mem-posting tentang jejak-jekak hidupku. Meskipun sebenarnya beberapa puisi yang kubuat itu terinspirasi dari diriku sendiri. 

Mungkin judul di atas agak membingungkan bagi yang belum tahu apa itu “ma’had”. Ma’had adalah bahasa arab dari pesantren. Kami, santri, lebih suka menyebut ma’had dibanding pondok atau pesantren. Kesannya lebih ke-arab”an gitu. Bahkan kami punya semboyan sendiri, “Anaa Min Ma’had” (saya dari Pesantren). Tiga kata itu seperti kata ‘merdeka’ untuk Indonesia atau ‘eureka’ untuk Archimedes. Kalimat itu menumbuhkan rasa bangga kami sebagai lulusan pesantren yang telah digodok dalam pondok untuk beberapa tahun lamanya.

Setelah lulus pesantren, mencari tempat untuk melanjutkan pendidikan, ikut berbagai tes masuk, dan akhirnya takdir mengantarku ke tanah Bintaro (Baca : Pencarian Masa Depan). Sebuah daerah di Tangerang Selatan. hampir setahun belajar di sini, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dan sekarang sudah jadi mahasiswa semester dua. 

Awal-awal berada di sini, saya masih merasa biasa-biasa aja. Maksudnya, tidak ada hal yang membuatku menarik. Seperti layaknya seorang perantau yang baru menginjak suatu tempat, seperti itu. Tapi setelah berbulan-berbulan, ada sesuatu yang membuatku merasa akrab dengan suasana tempat ini. Untuk waktu yang lama, saya memikirkan dan akhirny saya yakin...

“Saya merasa seakan-akan kembali ke ma’had.” Kenapa ?

Apa yang membuatku berpikiran seperti itu? Apa Ada kesamaan antara suasana ma’had dengan tempat ini? Jawabannya, YA.

Pondok Pesantren IMMIM Putra Makassar

&

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara




OK, di postingan ini saya akan membahas beberapa kesamaan antara yang saya telah rasakan selama enam tahun di ma’had dan suasana yang saya rasakan selama berada disini.

Tempat Tinggal


Peta IMMIM
Di pondokku, ada sembilan asrama yang dihuni oleh seluruh santri. Setiap asrama memiliki nama masing-masing, seperti :
·        (A).  Panglima Polem, 2 lantai dan 4 kamar (Kelas 1 = 1SMP)
·         (B). Syech Yusuf, 2 lantai dan 4 kamar(Kelas 1 = 1 SMP)
·         (C). Fadeli Luran, 2 lantai dan 4 kamar (Kelas 2 = 2 SMP)
·         (D). Hasanuddin, 2 lantai dan 4 kamar (kelas 2 = 2 SMP)
·         (E). Alimuddin, 3 lantai dan 8 kamar, 2 kamar dilantai 3 adalah lab komputer (kelas 3 = 3   SMP)
·         (F). Raja Faisal, 3 lantai dan 6 kamar (kelas 3 = 3 SMP)
·         (G). Ibnu Khaldum, (H). Al-Gazali, dan (I). Buya Hamka. Asrama untuk kelas 4 (1 SMA), 5 (2 SMA), dan 6 (3 SMA). Buya Hamka selalu dijadikan asrama untuk kelas 4, sedangkan untuk Al-Gazali dan Ibnu Khaldum untuk kelas 5 dan 6. Biasanya, untuk angkatan ganjil( seperti angkatanku, 2013) di Al-Gazali dan Ibnu Khaldum untuk angkatan genap. Saya tidak tahu sejak kapan aturan itu berlaku, lagipula idak ada aturan baku yang mengatur hal itu.

keterangan yang lain :
(J) Gedung pusat, ruang pendidikan
(K) Gedung kelas (SMP dan SMA)
(L) Kantin belakang (kabel)
(M)
Dapur 1 (untuk kelas 1 smp)
(N)
Dapur 2 (untuk santri selain kelas 1 smp)
(O)
Masjid Ath-Thalabah

(P) Poliklinik
(Q) Perumahan Ustadz
(R) Toko Santri (Toksan) dan Kantin depan


Peta STAN dan daerah sekitarnya

Sedangkan untuk STAN, ada beberapa tempat yang banyak kosannya di sekitaran STAN.  Yaitu, kalimongso, PJMI, Ceger, Pondok Jaya, Sarmili, dll. 



1) Sarmili:
Lokasi: Barat Laut Kampus STAN
Keunggulan: dekat dengan kampus (bisa jalan kaki atau kendaraan motor/sepeda), dapat akses langsung ke Bintaro Sektor 5 dan jalan raya ceger.

2) Ceger
Lokasi: Utara Kampus STAN
Keunggulan: terletak di pinggir jalan raya besar dengan fasilitas lengkap yang tersebar sepanjang jalan raya ceger.

3) Kalimongso
Lokasi: Timur Laut Kampus STAN
Keunggulan: terdekat dengan kampus. rumah makan, laundry, dan kebutuhan lainnya dapat dijangkau hanya dengan jalan kaki.

4) PJMI (Perumahan Jurangmangu Indah)
Lokasi: Timur Laut Kampus STAN
Keunggulan: merupakan wilayah perumahan, rapi dan kondusif, lengkap dengan penjagaan dari petugas keamanan.

5) Pondok Jaya
Lokasi: Selatan Kampus STAN
Keunggulan: akes langsung menuju jalan bintaro sektor 5. merupakan wilayah perumahan menengah ke atas.
 

Jika diibaratkan, asrama-asrama yang ada di ma’had bisa disamakan dengan nama-nama tempat tadi. Dan kamar-kamar yang ada di asrama disamakan dengan kosan-kosan yang ada di tempat tadi. Hal ini semakin serupa karena saya pernah menjadi ketua kamar di ma’had ketika kelas satu (Baca : Masa Kelas Satu) dan menjadi pembina kamar ketika kelas enam. Di kosanku pun sekarang, saya yang mendapat tanggung jawab untuk mengurusi kosan. 

Selain itu,Ma’had mewajibkan seluruh santri untuk mondok. Jadi, semua santri pastinya tinggal dan menetap di dalam ma’had. Dalam sehari, kita bisa menjumpai satu orang yang sama untuk beberapa kali. Sedangkan disini, sebagian besar mahasiswa STAN adalah perantau dan menyewa kosan di sekitaran STAN. Bisa dipastikan bahwa seluruh mahasiswa tinggal di sekitaran STAN. Sama, kita juga bisa menjumpau sesorang beberapa kali meski tidak sesering di ma’had.

Jadwal Pulang

Di ma’had, santri baru bisa kembali ke rumah masing-masing sebulan(4 minggu) sekali(sehari). Waktu sebulan itu sudah ditentukan oleh pihak pesantren. Kami menyebutnya “perizinan umum”. Biasanya akan ada absensi ketika santri sudah kembali ke kampus. Sedangkan di STAN, meskipun tidak pulang sebulan sekali tapi ada jadwal-jadwal libur tertentu yang ditetapkan oleh pihak STAN. Mahasiswa-mahasiswa pun memanfaatkan waktu libur yang cukup panjang untuk kembali ke rumah masing-masing. 

*Bersambung (Kembali ke Ma'had(2))