Rabu, 21 Desember 2016

Perihal Memilikimu dan Tidak pada Akhirnya



Sebuah kegelisahan lahir dari mereka yang memiliki hatimu
Perihal kebosanan dan pergi adalah waktu yang datang dari sela langit-langit
Ingin ku katakan kepadamu bahwa aku benci menjadi bahagia
Jika masih ada titik-titik air yang mengaburi jendela mu dan keropos yang mengikis demi sedikit kursi kayu yang pernah kita punya

Semua berubah, terlihat tidak jelas
Aku dan bayanganmu bukan lagi menjadi kita
Mereka memilikimu lebih dariku mencoba mendekapmu

Sajak-sajak diciptakan dari cerita yang tidak biasa
Tapi tidak ada yang istimewa dari pujangga yang menghadiahi kekasihnya dengan tinta, kertas, dan kata-kata
Apalah arti sebuah cinta jika patah hati membuat kita menjadi orang lain, menjadi mereka

Di dinding kamarku, ada gambar kita yang sedang berdiri di antara bunga dan masa lalu
Di jantung rahasiaku, ada potretmu yang tidak berkata apapun

Hatimu tetap bukan milikku pada akhirnya
Tapi sajak-sajak malah selalu menjadi kamu dan kita
Kenangan selalu memiliki duri, namun jadi bukan apa-apa bagimu
Sepasukan kegelisahan yang datang pergi, sekumpulan hati dilukai dan sembuh lagi.

Selasa, 20 Desember 2016

From Bintaro to Ketapang (Part 3)

Pontianak to Ketapang, cuma 40 menitan.

Penerbangan dari Pontianak ke Ketapang tidak lama, kurang lebih 40 menit. Ini pengalaman pertama saya naik pesawat tipe ATR. Memang dibanding tipe boeing, getaran selama pesawat mengudara itu lebih terasa dan lebih sering terjadi. Manuvernya pun lebih terasa dibanding tipe boeing. 

Yang paling menarik perhatianku adalah pramugari dan pramugaranya. Ada 1 pramugara dan 1 pramugari di pesawat itu. Biasanya ada ruangan khusus untuk mereka di bagian depan atau belakang pesawat dan terpisah dari tempat penumpang, jadinya mereka tidak kelihatan oleh penumpang. Tapi di pesawat ATR, (saya lihat) tidak ada ruang khusus itu. Setelah mereka melaksanakan tugasnya (memperagakan instruksi keselamatan, melayani penumpang dengan senyuman ramah, dan memastikan jumlah penumpang), mereka kembali ke kursi mereka tepat di ujung dan pangkal jalan di tengah-tengah penumpang. Pramugara di belakang dan pramugari di depan. Saya memperhatikan wajah mereka yang (juga) mengantuk dan kadang-kadang terangguk menahan kantuk. Juga si pramugara yang menekan beberapa tombol di dinding pesawat di bagian belakang untuk mengeluarkan suara pengumuman yang biasa terdengar di pesawat pada umumnya, Selamat datang blablabla, ya seperti itulah. Memang sih terkesan sangat tidak penting, tapi memperhatikan hal tersebut selama penerbangan cukup bisa mengisi 40 menit waktuku di pesawat.

Tiba di bandara Rahadi Oesman, satu kata yang bisa saya gambarkan setelah turun dari pesawat. 

PUANAS. 

Jika diberi slot dua kata untuk menggambarkan kondisi saat itu, cukup tambahkan kata “banget”

PUANAS BUANGET.

Saat itu matahari sedang sombong-sombongnya bersinar tepat diatas kami. Jam 12an Waktu Indonesia bagian Ketapang (WIK). Terik pun, saya berkali-kali mengedipkan dan meyipitkan mata untuk menahan silau. 

Bandara Rahadi Oesman Ketapang

Bandara Rahadi Oesman adalah satu-satunya bandara di Ketapang. Terbilang kecil tapi bandara ini yang membuat Ketapang jadi cukup istimewa. Tahu siapa Rahadi Oesman? Beliau adalah mahasiswa kedokteran UI (lupa tahun berapa) asal Kalimantan Barat yang dinobatkan sebagai pahlawan karena memimpin pergerakan melawan penjajah dan akhirnya wafat pada saat itu. LUAR BIASA. Tidak salah namanya dipatenkan menjadi salah satu nama bandara di Indonesia. 

Di luar bandara, Bima dan senior-senior dari KPPBC Ketapang sudah menunggu. Kami keluar setelah bagasi kami lengkap. Tidak ada troli di bandara itu. Sesampainya diluar, kami bertemu dengan mereka untuk pertama kalinya. Bersalaman sambil menyebutkan nama satu per satu dan kemudian bergegas ke mobil (yang mereka telah siapkan) untuk menaruh barang dan pergi meninggalkan bandara. 

Kami menuju ke salah satu rumah makan masakan padang di Ketapang. Ada 3 mobil yang dipakai untuk menjemput kami. Semobilku ada Hafis (senior KPPBC), agnes, dan apul. Sepanjang perjalanan ke rumah makan, kami sempat bercerita. Ternyata Hafis seangkatan dengan kami meskipun dari wajah dan perawakannya yang tinggi besar terlihat lebih tua sekitar 3 tahun diatas kami. Dia pun tahu sedikit bahasa Makassar karena pendidikan D1 di Balai Diklat Keuangan (BDK) Makassar dulunya selama setahun. 

Bak gayung bersambut. Setelah menahan lapar dari Jakarta ke Pontianak, kemudian menahan lapar dengan mie goreng telor, kami disuguhkan makanan oleh mereka. Jangan tanya siapa yang bayar? Jawabannya sudah pasti. Kami sebagai tamu dan junior sangat berterima kasih karena telah disambut. Di lain kesempatan, saya akan menceritakan keseluruhan mereka di blog ini.

Makanan habis, tagihan sudah dibayarkan (oleh mereka). Perjalanan berlanjut menuju rumah dinas yang telah disediakan buat kami. Sepanjang jalan, kami melihat bahwa Ketapang ternyata tidak seburuk yang kami bayangkan. (Masih) ada KFC, Hypermart dan Citimall, Karaoke, Hotel, Fitness, Resto dan Cafe, toko swalayan kecil, dan toko-toko lain di sepanjang jalan yang menjual berbagai macam kebutuhan mulai dari pakaian, perkakas rumah tangga, elektronik, dan sebagainya. Ketapang itu keren kok. Beneran…

Hypermart Ketapang

Sebelum ke rumah dinas (rumdis), kami diajak mengunjungi hypermart dan citimall. Barangkali ada kebutuhan yang mau dibeli buat keperluan selama di rumdis nanti. Kami yang cowok tidak membeli apapun, sedangkan yang cewek berhasil memborong beberapa kantong belanjaan. Berpindah ke toko furniture, kami membeli kasur, sprei, bantal, dan kebutuhan lainnya. Senior-senior tentunya membantu menawar harganya, yaa syukurlah berhasil memotong sedikit dari harga normalnya.
Total ada 3 rumdis yang kami tempati. Saya, wahyu, dan bima tinggal di rumdis yang di Jalan Agus Salim bersama salah satu senior, Putra namanya. Vivi, Rahmi, Agnes, dan Apul tinggal serumah di Jalan Sukajadi. Arnold tinggal di rumdis berdekatan dengan rumdis cewek bersama tiga senior lainnya, Hafis, Agil, dan Dika. Menurutku, Rumdis di Sukajadi lebih terawat dibanding rumdis yang kami tempati. Apalagi rumdis yang ditempati cewek-cewek, bekas rumdis sang kepala kantor, lengkap dengan sofa, TV, AC, serta peralatan dapur.

Rumdis kami di Jalan Agus Salim.

Rumdis cewek di Jalan Sukajadi.

Tapi tidak apalah, setidaknya kami tidak susah lagi mencari dan menyewa kosan. Rumdis ini akan jadi istana kami untuk kurang lebih 3 bulan ke depan (jika tidak definitif). 
Di rumdis kami ada 2 kamar. 1 kamar dihuni oleh pegawai lainnya (Pak Eko) yang saat itu sedang cuti pulang kampung dan katanya ditempati sementara oleh sang kepala kantor, Pak Casman. Kamar kedua dihuni oleh Putra, kemudian Bima juga akhirnya menempati kamar itu. Saya dan Wahyu tidur di ruang tengah, beralaskan kasur dan saling membagikan kehangatan. 

Di ruang belakang ada gudang Barang Milik Negara (BMN) milik KPPBC Ketapang yang berantakan. Kmi bertiga pun merapikannya dan menaruh barang kami di ruangan itu. Kamar mandinya sudah kelihatan sangat tua, lumut-lumut di dindingnya cukup banyak, dan yang paling berkesan adalah bak yang berisi air keruh. Saking keruhnya, dasar bak tidak kelihatan. Memang air di Kalimantan sebagian besar seperti itu, kata Putra. Keruhnya mengendap di dasar, sedangkan air di permukaan bak cukup jernih (setelah didiamkan). Akhirnya, Bima menguras bak air itu (mungkin setelah berbulan-bulan tidak dikuras). Hasilnya lumayan, setelah dikuras dan diisi air kembali, dasar baknya kelihatan meskipun kemudian keruhnya yang berwarna ciklat mengendap lagi di dasar. Setidaknya tidak separah sebelumnya. 

Ada masjid besar di beberapa meter dari rumdis kami. Masjid Agung Al-Ikhlas Ketapang yang sedang dalam proses pembangunan. Besar dan megah meskipun masih terlihat 80% pengerjaannya. Warnanya dominan hijau dengan beberapa ornament khas Islam di dinding-dinding dan temboknya. Masjid ini akan sangat bagus sekali jika sudah rampung nanti, pikirku. 

Masjid Agung Al-Ikhlas Ketapang

Malamnya, setelah makan bareng, cewek-ceweknya balik ke rumdis dan kami (saya, arnold, wahyu, dan bima) bersama dika dan hafis mampir sebentar untuk main bilyard. Jangan tanya lagi siapa yang bayar? Jawabannya sudah pasti.

Yaa, seperti itulah sekilas perjalanan kami dari Bintaro ke Ketapang dan bagaimana sedikit gambaran dari daerah Ketapang. Untuk kurang lebih 3 bulan, kami akan OJT dan berproses di tempat ini. Membuat jejak-jejak baru, melihat dan mencermati bagaimana kehidupan khas melayu Kalbar di tempat ini, merasakan pengalaman-pengalaman baru, dan pulang dengan membawa banyak cerita yang sudah pasti seru untuk disampaikan ke teman-teman, kerabat, dan keluarga.  Yap, Welcome to Ketapang!!! G’ luck 👌😎

Kalau mau liat lebih jelas bagaimana penampakan Ketapang, cek video di bawah ini yaa




Senin, 19 Desember 2016

From Bintaro to Ketapang (Part 2)

17 Desember 2016

Perjalanan ke Ketapang kami mulai subuh hari dari Bandar Udara Soekarno Hatta Cengkareng. Sehari sebelumnya, saya sudah stay di Cengkareng, kosan adekku (Farid). Farid sudah bekerja di Bandar Udara Soekarno Hatta sejak tahun lalu, sejak 2 bulan yang lalu sudah diterima sebagai pegawai di Garuda Airlines. 



Pukul 04.30 subuh, saya dan Farid berangkat ke bandara. Teman-teman yang lain sudah berangkat dari Bintaro ke bandara sejak jam 3 subuh. Penerbangan dijadwalkan pukul 05.45 subuh dengan maskapai Sriwijaya dari Jakarta ke bandara Supadio Pontianak, kemudian dilanjutkan dengan maskapai Garuda dari Pontianak ke bandara Rahadi Oesman Ketapang pukul 11.05. Alhamdulillaah, Ketapang juga punya bandara, ya meskipun kecil sih. Setidaknya, kami tidak perlu berlama-lama naik transportasi darat dari bandara ke tempat tinggal kami nantinya.

Sesampai di bandara, Wahyu, Rahmi, Vivi, Apul, dan Agnez sudah menunggu di depan pintu keberangkatan. Ada 8 orang yang akan OJT di KPPBC Ketapang. Kami berenam barengan sepesawat. Arnold berangkat dengan pesawat lain ke Pontianak, nanti akan gabung dengan kami di Garuda ke Ketapang. Satunya lagi, Bima, berangkat dengan pesawat lain dan sudah janjian akan menunggu kami di bandara Rahadi Oesman.

Setelah mencetak tiket dan mengisi bagasi, kami berenam segera ke ruang tunggu melewati petugas untuk pengecekan tiket dan naik ke pesawat. Perjalanan ke Pontianak berjalan lancar, meskipun sempat pesawat berpapasan dengan cuaca yang agak tidak bersahabat. Dari jendela terlihat awan hitam, sangat kontras antara bagian langit yang cerah dan yang sudah menghitam. Pesawat menembus bagian langit yang menghitam dan bergetar sedikit. Sisanya, perjalanan kembali damai dan tenang. Hingga sampai Pontianak. Kami disambut dengan cuaca panas dan terik matahari Pontianak yang waktu itu pun masih jam 8an. 


Bismillaah. Ini pertama kalinya saya (kami) menginjak tanah Borneo. 

Lapar. Belum ada sebiji makanan pun masuk ke perut dari bangun subuh sampai tiba di Pontianak. Kami bergegas mencari tempat makan di bandara Supadio. Selepas mengambil bagasi, kami keluar dari gerbang kedatangan dan berbelok ke kiri menuju restoran. Awalnya sempat ragu, boleh tidak troli dibawa masuk ke dalam restoran. Rahmi masuk ke restoran dan mengecek, ok bisa, dia memberi tanda. 

Seperti biasa, makanan di Bandara pastilah mahal. Harga nasi goreng dan nasi campur per porsi 30ribu. Alamat anak kosan yang selalu mencari alternatif termurah. Salah satu menunya adalah mie goreng telur, 5ribu. Lumayan nih, pikirku.

     Mbak, saya pesan mie goreng telor
    Mienya belum ada, adanya indomie yang disana tuh (dia menunjuk deretan mi instan di stannya)
    O iya, gak apa-apa. Saya pesan satu mie goreng telor. 

Dia mengiyakan dan kembali ke stannya. Rahmi memesan nasi goreng yang 30ribu tadi. Apul, agnez, dan vivi, sehabis ke kamar mandi, datang dan juga ikut memesan mie goreng telor (karena rekomendasiku). Rahmi sempat menyesal, kenapa ga pesan mie goreng telor aja ya tadi. Harganya lebih murah dari mie buatan warung kopi atau tempat makan lain di Bintaro, pikir kami. Saya sudah menghabiskan tiga per empat porsi dan meyakinkan kembali ke mbaknya. 

     Harganya 5ribu kan? 
    Iya mie goreng telor 5ribu. Kalo pake indomie harganya 10ribu. Tambah telor jadi 15ribu

(bedanya apa cobaa) saya membatin

    Yang 5ribu itu beda lagi mie nya. lebih sedikit porsinya dari yang itu

Kesimpulan: Tidak ada makanan yang murah di bandara. Kalaupun ada pasti cuma secuil

 Penerbangan ke Ketapang delay selama kurang lebih 30 menit. Kami menunggu di ruang tunggu. Saat itu, cuaca di luar bandara sangat panas dan terik, hawanya bahkan terasa sampai ke ruang tunggu. Beberapa dari kami ada yang tidur, main hp, atau kipasan untuk mengusir penat. 

Lama menunggu, akhirnya boarding time. Di pikiran kami saat itu adalah mencoba pesawat garuda boeing yang besar dan nyaman, kursi yang lebar, tivi kecil untuk tiap penumpang, makanan dan minuman yang enak, dan sebagainya. Garuda loohh

Sampai di lapangan bandara. Ternyata bukan tipe boeing yang akan kami tumpangi tapi ATR 72-600. Pesawat maskapai garuda yang paling kecil dengan tenaga penggerak sepasang baling-baling di sayapnya. Di satu sisi saya merasa kecewa karena tidak sesuai harapan. Namun di sisi lain, saya juga merasa excited karena baru pertama kali ini numpang di pesawat baling-baling seperti ini. Jadilah, perjalanan kami ke Ketapang dengan pesawat yang (menurut saya) berhasil memecah rasa penasaran saya.


Penampakan Garuda ATR 72-600

Bersambung ke Part 3 yaa gaess 😎

Minggu, 18 Desember 2016

From Bintaro to Ketapang (Part 1)



Gambar diatas adalah pengumuman penempatan instansi untuk alumni PKN STAN 2016 kemarin. Setelah melewati tiga tahun yang terasa cukup berat (tapi tetap menyenangkan), Allah memberikan hadiah berupa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai tempat mengabdiku kemudian.
Selang beberapa hari sejak itu, orientasi pegawai baru Kementerian Keuangan dilalui. Mulai dari Custom on Boarding Programme (CBP), orientasi pegawai baru DJBC. Juga orientasi untuk seluruh pegawai kemenkeu di SICC Bogor, 6 Desember 2016. 
Foto bersama panitia CBP 2016
Keluarga IMAMcu tersayang. Foto di depan SICC sebelum mulai acara orientasi pegawai baru Kemenkeu.
-Kiri atas- Yopa (DJBC), Reski (DJBC), Risna (DJBC), Dini (DJP), Ina (DJPK), Wildy (DJP), Tifa asik (DJP), Tifa ajah (DJP), Nunu (DJBC), Abi (DJPB), Yoga (DJBC)
-Kiri bawah- Tri (DJBC), Fahrul (DJP), Saya (SJBC), Edi (DJPB), Aryo (DJPB), Irham (DJP), Jems (DJP), Cedric (DJBC), Iqra (DJP)

Setelah di PHP dengan pilihan instansi (waktu itu ada survey untuk memilih 3 instansi, saya pilih BKF, Itjen, dan DJP. Tapi nyatanya tidak ngaruh ke penempatan sebenarnya), dari panitia CBP (yg mayoritas ternyata adik-adik tingkat kami dari BDK lain) memberikan tiga pilihan kepada kami terkait kantor yang bakal ditempati untuk On Job Training (OJT). Karena masih mau dekat dengan rumah, jadilah saya pilih Makassar

  • KPPBC Pabean Tibe B Makassar
  • Kanwil DJBC Sulawesi
  • Kanwil DJCB Jawa Tengah dan Yogyakarta

KPPBC Tipe Pratama Ketapang. Yoooo

Nyatanya, pilihan itu pun ga ngaruh untuk penempatan ojt kami yang di DJBC. Kami dilempar disebar sedemiian rupa se-Indonesia Raya. Dari Sabang sampai Merauke ada. Banyak nama-nama daerah yang belum pernah sama sekali ku dengar tapi muncul di pengumuman OJT itu. Termasuk penempatanku, “Ketapang”. Ketapang yang saya tahu malah sejenih buah-buahan seperti kenari, untuk memakan isinya harus di pecahkan terlebih dahulu dengan palu, batu, atau benda keras lainnya. Mencari ketapang, waktu itu, adalah salah satu cara kami (anak kampung) menghabiskan sore hingga menjelang maghrib. 

Temanku bilang Ketapang itu daerah di Jawa Timur, dekat Banyuwangi. Dalam hati saya bersyukur, alhamdulillaah dapat Jawa Timur, baguslaah. Kemudian, saya googling KPPBC Pratama Ketapang. Google membawa kami menjauh dari Jatim menuju salah satu titik di daerah Kalimantan Barat. Kaget, iya. Ketapang tepat berada di buntut Pulau Kalimantan, daerah berpantai di bagian bawah Kalimantan Barat. 

Ya, bersyukur itu mesti. Allah dengan segala ketetapannya menyimpan banyak fadilah untuk hambanya yang mau bersyukur 😀 Ketapang, I’m Coming


Senin, 12 Desember 2016

Kaleidoskop Tingkat 3 di PKN STAN (Part 1)

Assalamu Alaikum Wa Rahmatullaahi Wa Barakaatuh

Sudah lama sekali rasanya tidak berbagi cerita di blog ini. Seringnya posting puisi, isinya pun kebanyakan menampakkan kegalauan si pujangganya. Adeeuh --"

Ada banyak hal yang terjadi selama saya berkuliah tingkat 3 di kampus (PKN STAN) ini. Berhubung kemarin-kemarin malas tidak sempat untuk menuliskan kejadian-kejadian itu, maka saya memilih untuk membuat kaleidoskop sederhana di postingan kali ini. Mulai dari kejadian-kejadian penting, kurang penting, sampai hal yang sangan tidak penting untuk kalian ketahui.

Tapi, terkadang hal kecil yang tidak penting untuk diketahui orang lain adalah hal yang paling luar biasa bagi diri sendiri.

begitulah.

12 Des 2015
Ada event workshop kepenulisan dan bedah buku di Jakarta Pusat. Saya dan beberapa teman Media Center datang kesana. Alhamdulillaah, dapat kesempatan untuk bertemu langsung dan mengambil gambar bersama Kak Aan Mansyur 

14 Des 2015
Foto diambil di Karaoke Happy Puppy. Hari yang terasa sangat panjang, Reorganisasi Media Center, yang diakhiri dengan karaoke. Saya terpilih sebagai Pemimpin Umum Media Center waktu itu

17 Des 2016
KFC Ceger. Setelah terpilih, langsung membentuk Badan Pengurus Harian (BPH). Nudy (Wakil Pemimpin Umum), Rahma (Kepala Kesekretariatan), Fitri (Sekretaris Umum), dan Rere (Bendahara Umum). Ini meeting pertama kali. Widih

17 Des 2015
Ga usah pangling ya haha. Presentasi budaya Jawa untuk Mata Kuliah Budaya Nusantara. Saya mendapat bagian untuk menampilkan Tari Edan-edanan bersama Ratri (yang mukanya dibedak putih juga)

19 Des 2015
Malam itu sebenarnya cuma mau ngumpul bareng "mantan keredaksian" pengurusan sebelumnya. Akhirnya berhasil menjadi ajang buka-bukaan dan curhat sampai plong. Awalnya di Waroeng Steak (diusir karena sudah mau tutup) kemudian pindah ke Sevel Bintaro (sampai jam 3 dini hari).

24 Des 2015
Tim Survey Lokasi Makrab Kelas 5K bertandang ke Bogor. Erdi, Lukman, Fier, dan Vyca.

31 Des 2015
Malam tahun baru yang ke 3 bersama Keluarga IMAM. Bertempat di Niaga untuk kedua kalinya. Celakanya, kamarku dijadikan dapur dadakan untuk memnyiapkan konsumsi dan membakar sate. Kamarku punya beranda, jadi ada tempat yang (sepertinya) pas untuk bakar-bakaran --" (Dini, Tifah, Yopa, Iqra)

1 Januari 2016
Suasana yang penuh kehangatan bersama Keluarga IMAM

Kumpul perdana bersama skuad BPH dan para Ketua Bidang di Media Center. Alan (artistik), Ricky (Keredaksian), Ardi (Relasi Publik), Fanji (Perusahaan), dan Ary (Penelitian & Pengembangan)

Tau ini simbol apa???
Dijuluki "Sayap Kebebasan", yaitu simbol dari Tim Pengintai dari serial manga Shingeki No Kyojin (Attack on Titans). Sebenarnya serialnya udah lama banget muncul dan saya (entah kenapa) tidak tertarik untuk mengikutinya. Sekalinya nonton episode 1, seterusnya ketagihan, jadilah hari itu marathon nonton manga ini sampai habis sesi 1 nya, sekarang masih menunggu keluarnya sesi 2. Recommended banget. Keren

12 Jan 2016
Kali ini kami mempresentasikan budaya Bugis-Makassar. Sebagai pribumi bugis, saya menjadi juru kunci disini. Teman-temanku yang semuanya bermuka "jowo tenan", berhasil bertransformasi menjadi "Dara Daeng Bugis-Makassar" untuk sehari

31 Jan 2016
Kami diberikan tugas oleh Bu Ajeng, dosen Kapita Selekta Pengembangan Kepribadian (KSPK), untuk membuat suatu kegiatan yang mengikutsertakan warga sekitar secara aktif. Maka kami sepakat membuat acara Lukis Nusantara 2, lomba melukis untuk anak kecil. Pesertanya adalah anak-anak dari warga sekitar kampus.

Sip, segitu dulu untuk bagian pertamanya. Nanti akan berlanjut ke bagian-bagian berikutnya. See ya ^.^