Senin, 19 Desember 2016

From Bintaro to Ketapang (Part 2)

17 Desember 2016

Perjalanan ke Ketapang kami mulai subuh hari dari Bandar Udara Soekarno Hatta Cengkareng. Sehari sebelumnya, saya sudah stay di Cengkareng, kosan adekku (Farid). Farid sudah bekerja di Bandar Udara Soekarno Hatta sejak tahun lalu, sejak 2 bulan yang lalu sudah diterima sebagai pegawai di Garuda Airlines. 



Pukul 04.30 subuh, saya dan Farid berangkat ke bandara. Teman-teman yang lain sudah berangkat dari Bintaro ke bandara sejak jam 3 subuh. Penerbangan dijadwalkan pukul 05.45 subuh dengan maskapai Sriwijaya dari Jakarta ke bandara Supadio Pontianak, kemudian dilanjutkan dengan maskapai Garuda dari Pontianak ke bandara Rahadi Oesman Ketapang pukul 11.05. Alhamdulillaah, Ketapang juga punya bandara, ya meskipun kecil sih. Setidaknya, kami tidak perlu berlama-lama naik transportasi darat dari bandara ke tempat tinggal kami nantinya.

Sesampai di bandara, Wahyu, Rahmi, Vivi, Apul, dan Agnez sudah menunggu di depan pintu keberangkatan. Ada 8 orang yang akan OJT di KPPBC Ketapang. Kami berenam barengan sepesawat. Arnold berangkat dengan pesawat lain ke Pontianak, nanti akan gabung dengan kami di Garuda ke Ketapang. Satunya lagi, Bima, berangkat dengan pesawat lain dan sudah janjian akan menunggu kami di bandara Rahadi Oesman.

Setelah mencetak tiket dan mengisi bagasi, kami berenam segera ke ruang tunggu melewati petugas untuk pengecekan tiket dan naik ke pesawat. Perjalanan ke Pontianak berjalan lancar, meskipun sempat pesawat berpapasan dengan cuaca yang agak tidak bersahabat. Dari jendela terlihat awan hitam, sangat kontras antara bagian langit yang cerah dan yang sudah menghitam. Pesawat menembus bagian langit yang menghitam dan bergetar sedikit. Sisanya, perjalanan kembali damai dan tenang. Hingga sampai Pontianak. Kami disambut dengan cuaca panas dan terik matahari Pontianak yang waktu itu pun masih jam 8an. 


Bismillaah. Ini pertama kalinya saya (kami) menginjak tanah Borneo. 

Lapar. Belum ada sebiji makanan pun masuk ke perut dari bangun subuh sampai tiba di Pontianak. Kami bergegas mencari tempat makan di bandara Supadio. Selepas mengambil bagasi, kami keluar dari gerbang kedatangan dan berbelok ke kiri menuju restoran. Awalnya sempat ragu, boleh tidak troli dibawa masuk ke dalam restoran. Rahmi masuk ke restoran dan mengecek, ok bisa, dia memberi tanda. 

Seperti biasa, makanan di Bandara pastilah mahal. Harga nasi goreng dan nasi campur per porsi 30ribu. Alamat anak kosan yang selalu mencari alternatif termurah. Salah satu menunya adalah mie goreng telur, 5ribu. Lumayan nih, pikirku.

     Mbak, saya pesan mie goreng telor
    Mienya belum ada, adanya indomie yang disana tuh (dia menunjuk deretan mi instan di stannya)
    O iya, gak apa-apa. Saya pesan satu mie goreng telor. 

Dia mengiyakan dan kembali ke stannya. Rahmi memesan nasi goreng yang 30ribu tadi. Apul, agnez, dan vivi, sehabis ke kamar mandi, datang dan juga ikut memesan mie goreng telor (karena rekomendasiku). Rahmi sempat menyesal, kenapa ga pesan mie goreng telor aja ya tadi. Harganya lebih murah dari mie buatan warung kopi atau tempat makan lain di Bintaro, pikir kami. Saya sudah menghabiskan tiga per empat porsi dan meyakinkan kembali ke mbaknya. 

     Harganya 5ribu kan? 
    Iya mie goreng telor 5ribu. Kalo pake indomie harganya 10ribu. Tambah telor jadi 15ribu

(bedanya apa cobaa) saya membatin

    Yang 5ribu itu beda lagi mie nya. lebih sedikit porsinya dari yang itu

Kesimpulan: Tidak ada makanan yang murah di bandara. Kalaupun ada pasti cuma secuil

 Penerbangan ke Ketapang delay selama kurang lebih 30 menit. Kami menunggu di ruang tunggu. Saat itu, cuaca di luar bandara sangat panas dan terik, hawanya bahkan terasa sampai ke ruang tunggu. Beberapa dari kami ada yang tidur, main hp, atau kipasan untuk mengusir penat. 

Lama menunggu, akhirnya boarding time. Di pikiran kami saat itu adalah mencoba pesawat garuda boeing yang besar dan nyaman, kursi yang lebar, tivi kecil untuk tiap penumpang, makanan dan minuman yang enak, dan sebagainya. Garuda loohh

Sampai di lapangan bandara. Ternyata bukan tipe boeing yang akan kami tumpangi tapi ATR 72-600. Pesawat maskapai garuda yang paling kecil dengan tenaga penggerak sepasang baling-baling di sayapnya. Di satu sisi saya merasa kecewa karena tidak sesuai harapan. Namun di sisi lain, saya juga merasa excited karena baru pertama kali ini numpang di pesawat baling-baling seperti ini. Jadilah, perjalanan kami ke Ketapang dengan pesawat yang (menurut saya) berhasil memecah rasa penasaran saya.


Penampakan Garuda ATR 72-600

Bersambung ke Part 3 yaa gaess 😎

4 komentar:

  1. Mie goreng Telur :D
    Parah-parah hahahaha
    Mangats OJT Jayyyyyy!!

    BalasHapus
  2. eleuh, jadi pake indomie lagi teh nambah seporsi lagi?

    BalasHapus